CIREBONINSIDER.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi mengungkapkan adanya pergeseran signifikan dalam modus operandi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah.
Praktik rasuah kini cenderung dihindari secara langsung (direct), dengan melibatkan pihak ketiga yang bertindak sebagai perwakilan atau nomine untuk menerima hadiah atau janji.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pola ini dirancang untuk menyamarkan jejak pelaku utama dan menghindari operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Baca Juga:KPK Kawal Aset Negara dan Konservasi Lingkungan di Jabar, Kunci Mitigasi Bencana Banjir dan LongsorKPK Bantah Klaim RK Tidak Tahu Dugaan Korupsi Bank BJB, Saksi Ungkap Laporan Sampai ke Eks Kepala Daerah
”Modusnya sudah mulai bergeser, sehingga kalau kami mencari yang direct atau langsung, yang dia terima sendiri, nah itu sudah menjadi hal yang mereka hindari oleh para pelaku ini,” ujar Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/12) malam.
Strategi ‘Nomine’: Melibatkan Kerabat dan Orang Dekat
Asep menjelaskan bahwa tren baru ini melibatkan penunjukan individu sebagai nomine yang menerima uang atas nama pelaku utama.
Praktik ini dibuktikan dalam kasus yang baru-baru ini diungkap KPK, yakni kasus OTT yang menjerat mantan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya (AW).
”Jadi, menunjuk nomine lah, kemudian atas nama orang lain atau yang menerima orang lain. Itu tren yang berkembang,” tambahnya.
Konsekuensi dari modus baru ini adalah KPK memerlukan waktu dan upaya yang lebih kompleks untuk membongkar praktik korupsi. Karena penyidik harus menelusuri aliran dana yang disamarkan melalui perwakilan.
Rincian Kasus Lampung Tengah: Dana Suap Rp5,75 Miliar
Pergeseran modus operandi ini terkonfirmasi melalui pengungkapan kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah tahun anggaran 2025.
Operasi senyap KPK berlangsung pada 9–10 Desember 2025, mengamankan lima orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Desember 2025.
Baca Juga:Kasus Korupsi Dana CSR BI dan OJK, KPK Periksa Tiga Anggota DPR dan Deputi Gubernur BIKPK Dalami Aliran Dana CSR BI-OJK ke Yayasan Milik Satori, Libatkan 12 Saksi di Cirebon
Kelima orang tersebut menjadi tersangka dalam kasus ini, di antaranya: Ardito Wijaya (AW), Bupati Lampung Tengah periode 2025–2030 (sebagai penerima suap); Ranu Hari Prasetyo (RNP), yang merupakan adik Bupati sekaligus Ketua Palang Merah Indonesia Lampung Tengah (diduga sebagai nomine atau perwakilan).
Adapun tiga orang lainnya yaitu Anton Wibowo (ANW), Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah yang juga kerabat dekat AW; Riki Hendra Saputra (RHS), seorang anggota DPRD Lampung Tengah; serta Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS), Direktur PT Elkaka Putra Mandiri (diduga sebagai pemberi suap).
