CIREBONINSIDER.COM- ​Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka, menerima aduan langsung dari nelayan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Kamis sore, 23 Oktober 2025.
​Pertemuan tersebut menjadi sorotan karena nelayan secara terbuka menyampaikan ‘tiga jeratan’ struktural yang telah lama menyandera aktivitas dan kesejahteraan mereka.
​Tiga masalah mendesak itu meliputi: pendangkalan sungai yang kritis, buruknya infrastruktur sandar perahu, dan problem klasik utang rentenir atau tengkulak yang kian mencekik.
Baca Juga:DPRD Kabupaten Cirebon Wajibkan Kurikulum Lokal: Sejarah Cirebon vs Literasi Digital, Mana Prioritas?Jurus Ganda Prabowo: Garap Desa Nelayan, Tambah 480 Ribu Hektare Sawah, Anggarkan Rp5 T untuk Gudang Bulog
​Abdul Halim, perwakilan nelayan Citemu, menegaskan bahwa permasalahan ini adalah penghambat utama stabilitas ekonomi masyarakat pesisir.
“Tadi kami menyampaikan tiga hal penting kepada Bapak Wapres,” kata Halim di Cirebon, usai dialog dengan Wapres Gibran.
​Poin paling mendesak yang disampaikan kepada Wapres Gibran adalah ancaman “kematian cepat” Sungai Selo Pengantin.
​Sungai ini merupakan satu-satunya akses vital bagi nelayan untuk menuju lautan.
Namun, sungai ini mengalami sedimentasi yang sangat parah dan dangkal hanya dalam hitungan bulan, bukan tahunan.
​Kondisi kritis ini membuat perahu kesulitan keluar-masuk, memaksa nelayan kehilangan waktu melaut, dan berujung pada penurunan drastis hasil tangkapan. ​”Beberapa bulan saja sudah dangkal lagi,” ungkap Halim.
​Nelayan mendesak perlunya intervensi struktural yang bersifat permanen. Mereka tidak hanya meminta pengerukan sementara, melainkan pembangunan breakwater (pemecah ombak) untuk mencegah lumpur terus masuk ke sungai.
Baca Juga:Program Desa Nelayan Prabowo Lipat Gandakan Penghasilan, Target 1.000 Desa Siap Ubah Nasib 8 Juta JiwaPenerimaan PBB P2 Kabupaten Cirebon Jauh dari Target, PAD Terancam
​Selain itu, nelayan juga mengeluhkan infrastruktur sandar perahu yang masih berupa tanah liat di tepi sungai. Situasi ini membuat perahu rawan tergelincir saat air pasang atau surut.
​Mereka mendesak agar segera dilakukan betonisasi di sepanjang tepian sungai demi memastikan keamanan kapal dan kelancaran proses bongkar muat hasil laut.
​Lilitan Utang Tengkulak Mencekik: Nelayan Usulkan Kredit Adaptif
​Masalah kedua, sekaligus yang paling sensitif, adalah lilitan utang kepada bakul atau tengkulak.
Rata-rata nelayan terpaksa meminjam modal dengan bunga tinggi karena sulit mengakses pembiayaan formal dari koperasi atau perbankan.
​”Kalau sudah utang [ke tengkulak], ngga bisa ke mana-mana. Kami jadi terikat harus menjual hasil tangkapan dengan harga yang jauh lebih murah,” kata seorang sumber nelayan, menggambarkan praktik yang merampas keuntungan.
