Suntikan Rp200 Triliun BI ke Himbara: Ini Bahaya Tersembunyi di Balik Keputusan Besar

Ilustrasi-Kucuran-Anggaran-
BI baru-baru ini mengucurkan dana jumbo sebesar Rp200 triliun kepada lima bank BUMN yang tergabung dalam Himbara.  Foto: Ilustrasi/Pixabay.com

​CIREBONINSIDER.COM – Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengucurkan dana jumbo sebesar Rp200 triliun kepada lima bank BUMN yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Kebijakan ini bertujuan utama untuk memperkuat likuiditas dan mendorong penyaluran kredit, namun memicu pertanyaan kritis di kalangan ekonom: Apakah langkah ini akan menjadi solusi yang menggerakkan ekonomi atau justru menyimpan potensi bencana jangka panjang?

​Ekonom dari Universitas Andalas (UNAND), Efa Yonnedi, memberikan analisis mendalam. Menurutnya, suntikan dana ini memang memiliki potensi besar untuk menjadi pendorong utama perekonomian nasional.

Baca Juga:Pemerintah Gelontorkan Rp200 Triliun, Jurus Purbaya Dorong Likuiditas dan Percepat EkonomiPemerintah Alokasikan Rp60 Triliun untuk Dana Desa dan KDMP Rp83 Triliun pada RAPBN 2026

​”Kebijakan ini akan memiliki dampak multiplier bagi perekonomian, sehingga akan membuka lapangan pekerjaan dan kegiatan produksi akan berjalan,” kata Efa, seperti dikutip dari kantor berita Antara.

​Efa, yang juga mantan Konsultan Bank Dunia, menjelaskan bahwa dana segar ini akan memberi ruang gerak lebih luas bagi bank-bank Himbara.

Dengan likuiditas yang kuat, bank diharapkan dapat lebih masif menyalurkan kredit ke sektor riil, memicu perputaran ekonomi, dan menciptakan efek domino positif.

​Waspada Bahaya Tersembunyi: Risiko Kredit Macet

​Di balik optimisme tersebut, Efa juga menyoroti bahaya tersembunyi yang perlu diwaspadai: risiko kredit macet.

Ia memperingatkan bahwa injeksi dana jumbo ini bisa menjadi bumerang jika bank-bank penerima tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam menyalurkan pinjaman.

​”Apabila bank dipaksa memberikan kredit padahal permintaan pinjaman sangat rendah, atau menyalurkan kredit secara tidak prudent, itu akan menjadi beban di kemudian hari dalam bentuk kredit macet,” tegasnya.

​Efa menekankan bahwa risiko kredit macet bisa menjadi masalah serius yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan mengganggu stabilitas perbankan secara keseluruhan.

Baca Juga:Kemenkop Siapkan Rp16 Triliun untuk KDMP, Minta Segera Susun Proposal MatangKemenkeu di Tangan Purbaya: Stabilitas Fiskal dan Optimasi Belanja

Bank-bank harus sangat selektif dalam memilih debitur agar dana ini tidak berakhir sia-sia, dan justru menimbulkan masalah baru.

​Mekanisme Pengawasan Ketat Jadi Kunci Utama

​Meskipun demikian, Efa tetap optimistis. Ia meyakini risiko tersebut dapat diminimalisasi karena adanya regulasi ketat dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

​”Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia mempunyai regulasi yang ketat agar dana itu tepat sasaran sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tambahnya.

0 Komentar