Bupati Garut Tanggapi Serius Kasus Pomotongan Dana PIP, Pihak yang Terbukti Harus Diproses Hukum

Ilustrasi-siswa
Bupati Garut Abdusy Syakur Amin menyoroti kasus dana Program Indonesia Pintar (PIP) Aspirasi yang dipotong oleh oknum. Foto: Ilustrasi/Pixabay.com

Lebih dalam Bupati Garut membeberkan bahwa selama ini para pelaku pemotongan dana PIP itu berdalih punya jasa. Terkait penambahan data siswa yang mendapatkan tambahan kuota penerima PIP.

“Harusnya tidak boleh, kan PIP itu adalah program pemerintah yang intinya memberikan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu, dalam berkegiatan melaksanakan sekolahnya,” katanya.

Adanya PIP ini, lanjutnya, diharapkan dapat target angka partisipasi sekolah (APS) SMP bisa segera tercapai tanpa terkendala kondisi keterbatasan biaya.

Baca Juga:Kesempatan Emas! Hungaria Buka 110 Kuota Beasiswa Penuh Per tahun Bagi Mahasiswa IndonesiaSPMB 2025 Ganti Sistem Pendaftaran Jalur Zonasi Jadi Domisili, Bedanya Apa? 

“Target saya adalah bahwa APS kita SMP khususnya akan meningkat, dan salah satu kendalanya adalah karena kondisi keterbatasan biaya, salah satu solusinya kalau menurut saya adalah dengan menyediakan PIP,” katanya.

Munculnya Kasus dugaan pemotongan PIP bermula dari sejumlah kepala sekolah di Kabupaten Garut. Mereka mengeluhkan kalau dana dari PIP Aspirasi harus dipotong 50 persen oleh pihak yang mengaku jadi pengusung bantuan tersebut.

Akibat pemotongan tersebut, para kepala sekolah di Garut mengaku selalu jadi korban dituduh mengambil bagian potongan dana itu oleh banyak pihak. Baik mereka yang mengaku wartawan, wali murid sendiri bahkan dari aparat penegak hukum.

Bahkan ada beberapa di antara kepala sekolah di Garut yang harus datang ke kantor kepolisian memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan terkait dugaan pemotongan dana PIP tersebut.

“Kami jadi serba salah karena di satu sisi, adanya PIP Aspirasi ini sangat membantu orang tua siswa yang tidak ter-cover oleh PIP Reguler. Namun di sisi lain dengan adanya pemotongan yang dilakukan pihak pengusung, kami sering jadi korban, sehingga banyak kepala sekolah yang resah,” ujar seorang kepala sekolah yang tidak mau identitasnya dipublikasikan. (*)

0 Komentar