Reformasi Pajak Mendesak, Dedi Mulyadi Kritik Sentralistik: Jabar Hanya Kebagian Rp140 T vs Jakarta Rp1.000 T

KDM
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau Kang Dedi Mulyadi (KDM). Foto: Humas Pemprov Jabar.

​”Keinginannya adalah pemerintah pusat didorong. Agar ya kalau bayar pajak dihitung di mana tempat usahanya berada, bukan tempat di mana kantornya berada. Kenapa? Karena yang problem itu luasan areal sawit yang luas, pertambangan yang luas, kemudian industri yang luas,” jelasnya.

​Menurut Dedi, tempat usaha riil seperti perkebunan, pertambangan, dan industri adalah lokasi sesungguhnya di mana beban ekonomi dan dampak negatif terjadi.

Dorong Kemandirian Fiskal Hingga Level Desa

​Dedi bahkan mengusulkan model reformasi yang lebih inklusif, yaitu dengan mengalokasikan bagi hasil pajak (PPh dan PPN) langsung ke tingkat paling dasar: desa.

Baca Juga:KPK Kawal Aset Negara dan Konservasi Lingkungan di Jabar, Kunci Mitigasi Bencana Banjir dan LongsorMenkeu Purbaya Tolak Keras Legalisasi Thrifting Ilegal meski Pedagang Janji Bayar Pajak

​”Pabriknya di mana itu PPh? PPN-nya di mana? Di situ ada desa. Kasih aja bagi hasil desa ini misalnya tiga persen. Dari tiga persen itu, desa itu pembangunannya lima tahun tuh selesai, pak,” usulnya.

​Dedi menyimpulkan, jika bagi hasil pajak didistribusikan secara adil, daerah akan mandiri dan memiliki kecukupan dana fiskal sendiri.

Hal ini bahkan dapat membuat Pemerintah Pusat tidak perlu lagi mengalokasikan dana desa secara terpusat, karena desa telah mandiri secara finansial untuk pembangunan.(*)

0 Komentar