CIREBONINSIDER.COM – Konflik internal di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencapai puncaknya setelah kubu Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), secara resmi menolak hasil Rapat Pleno Syuriyah yang menetapkan penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU, KH Zulfa Mustofa.
Penolakan ini didasarkan pada klaim bahwa Rapat Pleno yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, pada Selasa (9/12), cacat secara konstitusional. Karena bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi serta mengabaikan arahan tegas dari Forum Sesepuh dan Mustasyar NU.
Rapat Dinilai Ilegal: Kuorum Hanya 26 Persen
Sekretaris Jenderal PBNU, Amin Said Husni, menegaskan bahwa forum yang diadakan Rais Aam tersebut tidak memiliki landasan konstitusional dan gagal memenuhi syarat formal sebagai Rapat Pleno yang sah.
Baca Juga:BILAH NU Cirebon Latih Ratusan Juru Sembelih Halal, Kuasai Fikih hingga Teknik Asah PisauPCNU Cirebon Lahirkan 2 Program Unggulan: Kalender Abadi dan Sertifikasi Wakaf Gratis
Menurut Amin, legitimasi rapat sangat diragukan karena gagal mencapai kuorum. Dari total 216 anggota pleno yang seharusnya hadir, hanya 58 orang yang datang, menjadikannya hanya sekitar 26 persen.
”Yang disebut Rapat Pleno di Hotel Sultan tidak memiliki legitimasi apa pun, karena yang hadir hanya seperempat saja dari anggota pleno,” ujar Amin di Jakarta.
Data kehadiran menunjukkan bahwa unsur Mustasyar hanya dihadiri 2 dari 29 orang, Syuriah 20 dari 53 orang, Tanfidziyah 22 dari 62 orang, dan A’wan 7 dari 40 orang.
Amin menambahkan, penolakan mayoritas pengurus tercermin dari data kehadiran yang minim. Sebuah sinyal kuat bahwa langkah pemakzulan tidak didukung luas di internal PBNU.
Mengabaikan ‘Dawuh’ Kiai Sepuh Ploso-Tebuireng
Selain masalah kuorum, PBNU kubu Gus Yahya menyatakan bahwa Rapat Pleno itu secara eksplisit mengabaikan dawuh (nasihat/perintah) para kiai sepuh yang berkumpul sebelumnya di Pesantren Ploso dan Tebuireng.
“Rapat Pleno yang diadakan oleh Rais Aam itu jelas sekali mengabaikan seruan Mustasyar dan kiai sepuh di Ploso dan Tebuireng. Para kiai sepuh menegaskan bahwa pemakzulan Ketua Umum berlawanan dengan AD/ART, dan segala langkah yang bersumber dari sana juga melanggar aturan organisasi,” tegas Amin.
Forum Sesepuh dan Mustasyar sebelumnya telah menyerukan agar agenda pemakzulan dan penetapan Pejabat Ketua Umum dihentikan sementara, sambil menunggu penyelesaian persoalan organisasi sesuai mekanisme AD/ART.
