CIREBONINSIDER.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara tegas menyatakan bahwa keluarga, terutama orang tua, merupakan benteng terakhir dan terkuat dalam membendung paparan radikalisme serta jaringan terorisme yang kini menyusup masif melalui media sosial.
Dedi mengakui adanya keterbatasan otoritas pemerintah untuk mengintervensi ranah privasi digital anak di dalam rumah. Khususnya menyikapi data Mabes Polri yang menempatkan anak-anak usia 10 hingga 18 tahun di Jawa Barat sebagai salah satu kelompok terbanyak yang terpapar jaringan terorisme.
Dalam keterangannya di Gedung Sate Bandung, Rabu (19/11/2025), Dedi menjelaskan mengapa pemerintah tidak dapat mengintervensi hak-hak personal secara mendalam.
Baca Juga:Dedi Mulyadi Geram, Pecat Konsultan Proyek dan Rekrut Mahasiswa Teknik Berhonor Rp250 Ribu Per HariLawan 'Bank Emok', Dedi Mulyadi Danai Hiburan Hajatan Warga Miskin hingga Rp15 Juta
”Gimana kami bisa mengintervensi hak-hak personal? Kan tidak bisa juga. Siapa yang paling punya peran besar? Yang pertama adalah orang tua untuk mengendalikan dan mengawasi pengelolaan media sosial bagi anak-anaknya,” ujar Dedi, menekankan bahwa solusi pencegahan tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada regulasi negara.
Pergeseran Pola Indoktrinasi Tanpa Pertemuan Fisik
Menurut Dedi, tingginya angka paparan di Jawa Barat berkorelasi lurus dengan jumlah populasi dan tingginya penetrasi internet di wilayah tersebut. Ia menyoroti pergeseran pola indoktrinasi yang kini sangat signifikan.
Indoktrinasi radikal, kata Dedi, tidak lagi memerlukan pertemuan fisik atau perkumpulan rahasia, melainkan cukup melalui akses informasi yang terbuka lebar di gawai pribadi, membuat pengawasan orang tua menjadi krusial.
Ia kemudian mencontohkan bagaimana kerentanan psikologis anak dapat dipadukan dengan akses informasi tanpa batas, memicu tindakan fatal.
Dedi menyebut kasus di SMAN 72 Jakarta, di mana terduga korban perundungan mampu merakit bom hanya dari informasi daring.”Anak di-bully kok bisa bikin bom? Artinya akses terhadap informasi apa pun hari ini sangat terbuka. Cukup buka berbagai aplikasi yang ada, bisa terlihat,” katanya.
Regulasi Sekolah “Mandul” di Lapangan
Dedi memaparkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menerapkan langkah mitigasi institusional. Salah satunya larangan membawa gawai bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Namun, ia mengakui efektivitas kebijakan sekolah ini kerap terbentur realitas di lapangan yang justru dikendalikan oleh keluarga.
