CIREBONINSIDER.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara resmi meluncurkan strategi besar untuk menjadikan Indonesia “Raksasa Kepiting Dunia” dengan target ambisius.
KKP berencana mengerek perolehan devisa ekspor komoditas kepiting dan rajungan setara dengan nilai ekspor tahun lalu, yakni sebesar $513,35 juta (sekitar Rp8,2 triliun), dengan fokus pada keberlanjutan.
Strategi utama KKP adalah memperluas implementasi model budi daya konservatif yang revolusioner, yaitu Crab Silvofishery, sekaligus mengatasi ancaman penangkapan berlebihan (overfishing) yang membayangi stok alam.
Baca Juga:KKP Yakin Program Revitalisasi Tambak Pantura Jabar Mampu Serap 100 Ribu Tenaga KerjaPemkab Indramayu Siap Kembangkan Potensi Ekonomi Baru: Budidaya Rumput Laut
Ancaman Overfishing dan Peluang Pasar Global
Rajungan dan kepiting saat ini merupakan komoditas perikanan terbesar keempat Indonesia, menyumbang 8,6% dari total ekspor perikanan nasional, dengan tujuan utama China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu, menjelaskan bahwa pembangunan industri ini tidak lagi hanya fokus pada peningkatan volume, tetapi wajib menyertakan aspek keberlanjutan sumber daya dan kelestarian lingkungan pesisir.
”Peningkatan kebutuhan pasar ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat industri budi daya kepiting yang stabil dan berkelanjutan,” kata Haeru.
“Langkah ini juga menjadi antisipasi kritis terhadap tantangan overfishing di alam,” imbuhnya, menegaskan pentingnya keseimbangan antara produksi dan konservasi.
Kunci Strategi: ‘Crab Silvofishery’ dan Hilirisasi Teknologi
Untuk mengamankan target devisa yang tinggi tersebut, KKP kini fokus pada hilirisasi teknologi budi daya dan penyebaran model konservatif di seluruh sentra produksi.
Sebagai pilot project, KKP telah membangun model percontohan budi daya kepiting seluas 30 hektare di Pasuruan, Jawa Timur, yang dikelola oleh BPBAP Situbondo. Kawasan ini didorong menjadi percontohan teknologi yang fokus pada peningkatan produktivitas dan efisiensi budi daya.
Akademisi dari Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Yushinta Fujaya, menyoroti bahwa inovasi terpenting berada pada konsep Crab Silvofishery.
Baca Juga:Ini Kronologi Dentuman di Cirebon, BRIN Sebut Meteor Jatuh di Laut Jawa, Polisi Belum Temukan Bukti di DaratPj Wali Kota Ikut Tabur Bunga HUT Ke-79 TNI AL di Laut Cirebon
”Meskipun teknologi pembenihan dan pembesaran sudah dikuasai, tantangan terbesar adalah hilirisasi dan diseminasi konsep ini, agar dapat diterapkan secara massal oleh pembudi daya kecil,” ujar Prof Yushinta.
Crab Silvofishery merupakan pendekatan efektif yang mampu mengintegrasikan aspek ekonomi—dengan membudidayakan kepiting—dan konservasi lingkungan, karena praktik budi daya dilakukan di kawasan mangrove yang berfungsi sebagai ekosistem alami kepiting dan menekan biaya produksi.
