CIREBONINSIDER.COM — Perum Bulog berada di bawah tekanan besar. Stok beras perusahaan yang menembus angka 3,91 juta ton per awal November 2025 dinilai oleh ekonom sebagai “bom waktu” yang siap meledak.
Mayoritas stok beras tersebut, tepatnya 79,39% atau sekitar 3,13 juta ton, telah berusia lebih dari empat bulan. Kondisi ini membuat stok jumbo Bulog berisiko tinggi mengalami penurunan mutu, kerusakan, dan penyusutan volume besar-besaran jika tidak segera disalurkan.
Ekonom Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Khudori, mendesak Bulog untuk segera mengambil tindakan drastis. Ia menyerukan percepatan penyaluran minimal 1,5 juta hingga 2 juta ton beras hingga akhir tahun 2025 guna menekan risiko kerugian dan membengkaknya biaya penyimpanan.
Baca Juga:Jaringan "8 Juta Kader" GP Ansor Jadi Senjata Baru Bulog, Amankan Pangan Nasional hingga Pelosok DesaJurus Ganda Prabowo: Garap Desa Nelayan, Tambah 480 Ribu Hektare Sawah, Anggarkan Rp5 T untuk Gudang Bulog
Stok Jumbo dan Potensi Kerusakan Massal
Data mutakhir per 4 November 2025 menunjukkan komposisi stok beras Bulog: 3,75 juta ton merupakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 164 ribu ton beras komersial. Dari total 3,91 juta ton, hanya sekitar 780 ribu ton yang tergolong baru.
”Di satu sisi, stok besar ini bisa dianggap sebagai prestasi sekaligus instrumen penting untuk jaga-jaga. Di sisi lain, stok 3,9 juta ton juga bisa dianggap ‘bom waktu’ yang bisa meledak tiap saat,” ujar Khudori, menekankan dualisme situasi yang dihadapi Bulog.
Risiko penurunan mutu ini tak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam kualitas beras yang disalurkan kepada masyarakat.
Penyaluran Lambat Jadi Biang Kerok
Kritik tajam diarahkan pada tren penyaluran beras yang berjalan lambat. Khudori menyoroti program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), yang hingga 4 November 2025, baru menyalurkan 577 ribu ton.
Angka ini hanya mencapai 38,49% dari target SPHP sebesar 1,5 juta ton. Dengan kecepatan saat ini, diperkirakan target SPHP yang tercapai hingga akhir tahun 2025 hanya akan menyentuh 57,82%.
Jika ditambahkan penyaluran bantuan pangan (Oktober–November) sebesar 366 ribu ton, stok akhir tahun 2025 diproyeksikan masih berada di level sangat tinggi, yakni 3,292 juta ton. Inilah yang harus dihindari.
Konsekuensi Fatal: Ancaman Serapan Gabah 2026
Untuk mengurai penumpukan ini, Bulog harus menggenjot penyaluran melalui berbagai kanal: SPHP, bantuan pangan, tanggap darurat bencana, hingga mendukung program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis, sesuai amanat Inpres Nomor 6 Tahun 2025.
