Ia mengungkapkan bahwa penundaan pembayaran Dana Transfer Ke Daerah (TKD) untuk 2026 sebesar Rp2,45 triliun untuk Jabar disinyalir disebabkan oleh anggapan bahwa daerah tidak bisa membelanjakan keuangannya dengan baik.
Oleh karena itu, hasil audit BPK yang diminta oleh Gubernur Dedi menjadi senjata utama.
“Seluruh jawaban tersebut nanti biar disampaikan BPK Jabar yang melakukan audit,” ujarnya.
Baca Juga:Inovasi KDM: Defisit Anggaran Rp2,4 T, Ribuan ASN Jabar Dirombak Jadi Staf TU Sekolah demi Efisiensi GandaNyari Gawe Jaring 86.600 Pelamar dalam 2 Pekan, Gubernur KDM Sentil Pengusaha soal Transparansi Data
Dedi berharap, hasil audit BPK yang diumumkan pada 2 Januari 2026 akan membuktikan bahwa belanja pemerintah daerah, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan, telah dilakukan dengan baik.
Jika terbukti demikian, Dedi Mulyadi memastikan akan menagih penuh TKD 2026 yang sempat ditunda pembayarannya tersebut kepada Menkeu Purbaya.
Selain TKD, Jabar juga akan menagih dana bagi hasil (DBH) yang belum diberikan oleh Kemenkeu senilai lebih dari Rp190 miliar.
“Kenapa? Ini daerah sudah belanja baik? Jadi, tidak ada alasan untuk ditunda pembayaran TKD-nya,” tegas Dedi.
Sentilan “Ketemu Pacar” Menutup Polemik Kasda
Meski polemik keuangan memanas, Dedi Mulyadi menyikapi kemungkinan pertemuannya dengan Menkeu Purbaya dengan santai.
“Nanti juga kita ketemu pasti. Saya enggak tahu (kapan) kan beda agenda. Kita enggak bisa ngatur-ngatur, kayak ketemu pacar aja,” candanya.
Hal itu mengisyaratkan bahwa koordinasi Pusat dan Daerah akan tetap berjalan sesuai mekanisme resmi, terlepas dari perbedaan pandangan soal pengelolaan Kasda.(*)
