CIREBONINSIDER.COM — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut secara tegas menepis mitos “Menara Gading” pada pesantren. Menantang para santri untuk menjadi pelopor inovasi sekaligus tetap kokoh menguasai ilmu agama klasik, seperti Kitab Alfiyah Ibnu Malik.
Tantangan dualisme ini dilontarkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Garut, Nurdin Yana, saat membuka Perlombaan Santri Antar Pesantren dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) 2025 tingkat Kabupaten Garut, Jumat (17/10).
Acara ini istimewa karena untuk pertama kalinya digelar di Gedung Pendopo, simbol pusat pemerintahan.
Baca Juga:Lawan Stigma Negatif, Ribuan Massa Gelar Petisi Dukungan di Santri Land Festival Tangsel 2025Sinergi Bawaslu dengan Kemenag Kota Cirebon Perkuat Pendidikan Demokrasi Pelajar dan Santri
Gedung Pendopo Jadi “Markas Santri”
Perlombaan yang digagas oleh Forum Pondok Pesantren (FPP) Kabupaten Garut ini terasa istimewa.
Penggunaan Gedung Pendopo selama tiga hari penuh, yang merupakan simbol pusat pemerintahan, disebut Ketua Panitia HSN 2025 Aceng Nurjaman sebagai bentuk “penghargaan luar biasa” dari Pemkab Garut kepada komunitas pesantren.
”Alhamdulillah, pada kesempatan ini kita santri bisa mengekspresikan kemampuan di Pendopo Kabupaten Garut,” ujar Aceng, menegaskan pengakuan pemerintah terhadap keberadaan santri.
Pesantren Harus Meresap di Masyarakat
Dalam sambutannya, Sekda Nurdin Yana memberikan apresiasi mendalam terhadap HSN 2025 yang dinilai berhasil menyentuh tiga substansi kritis: mengasah ide/gagasan, menumbuhkan wawasan keagamaan yang implementatif, serta menumbuhkan rasa empati dan simpati.
Nurdin secara tegas menyoroti persepsi lama tentang pesantren. “Inilah implementasi bahwa pesantren, kyai, tidak hidup seperti menara gading, tetapi hidup ada dan berada meresap di seluruh kehidupan masyarakat,” tuturnya. Ia menggarisbawahi pentingnya peran sosial dan kemasyarakatan pondok pesantren.
Tantangan Sekda: Santri Wajib Kuasai Kitab Fundamen, Alfiyah Ibnu Malik
Nurdin secara khusus menyoroti Kitab Alfiyah Ibnu Malik sebagai materi utama Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK), rujukan fundamental ilmu tata bahasa Arab (Nahwu dan Shorof).
”Insya Allah ilmu yang implementatif,” katanya. Ia berharap penguasaan tata bahasa Arab yang mendalam menjadi pedoman kokoh di tengah hiruk pikuk dunia.
Baca Juga:Ultimatum Keras Pagar Nusa ke Trans7 Buntut XPOSE UNCENSORED Lecehkan Pesantren, Ancam Aksi BesarKPID Jakarta Audit Izin Siaran Trans7 secara Menyeluruh
Ia menambahkan, “Sehingga di semua hiruk pikuk di dunia tanpa pedoman tuntunan agama, tentu akan mengarah pada hal-hal yang tidak memberikan nilai manfaat.”
