CIREBONINSIDER.COM – Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jakarta menyatakan kesiapan penuh untuk melakukan audit izin siaran secara menyeluruh (total) terhadap PT. Trans7.
Langkah tegas ini diambil sebagai tindak lanjut rekomendasi DPR pasca-kontroversi tayangan yang menyinggung isu sensitif terkait santri, kiai, dan pesantren beberapa waktu lalu.
KPID Jakarta menyoroti bahwa pelanggaran yang dilakukan Trans7 bersifat berulang dan mengindikasikan lemahnya kontrol internal akibat budaya ‘kejar rating’.
Baca Juga:Kasus Tayangan Trans7: KPID Jakarta Desak Televisi Jadi 'Penjaga Nilai' Budaya, Bukan Pemburu Viral​'Rating War' Picu Konten Perpecahan? DPR Panggil Komdigi, KPI, dan Trans7 Buntut Polemik Tayangan Pesantren
Audit ini dipandang sebagai mekanisme perbaikan struktural. Mengingat data KPI menunjukkan mutu siaran nasional berada di ambang batas kritis.
​Ketua KPID Jakarta, Rizky Wahyuni, menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pintu masuk untuk koreksi struktural yang lebih luas. Membongkar kelemahan sistem pengawasan internal di industri penyiaran Tanah Air.
​”Audit izin siaran penting dilakukan agar lembaga penyiaran memiliki sistem pengawasan yang efektif, bukan sekadar memenuhi syarat administratif. Ini momentum bagi industri untuk berbenah. Kami siap melaksanakan itu,” kata Rizky dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
​Trans7 Berulang Kali Melanggar, Kontrol Internal Lembek
​Rizky menjelaskan, audit ini bukan sekadar bentuk penghukuman, melainkan mekanisme koreksi untuk memperkuat tata kelola penyiaran nasional.
Keputusan ini didasari catatan KPID DKI Jakarta bahwa Trans7 bukan kali pertama melakukan pelanggaran isi siaran.
​Dalam kurun waktu 2022 hingga 2024, stasiun televisi tersebut telah menerima beberapa sanksi administratif atas pelanggaran norma kesopanan dan perlindungan anak.
​Secara umum, data KPI Pusat 2024-2025 memperlihatkan akar masalah yang sama.
Baca Juga:LBH GP Ansor Desak KPI Tindak Pidana Program Xpose Uncensored Trans7 dan Hentikan Siaran PermanenDPR Panggil Komdigi, KPI, dan Trans7 Buntut Polemik Tayangan Pesantren
Sekitar 60 persen aduan publik mengenai isi siaran berasal dari program hiburan dan infotainment yang disorot mengandung kekerasan verbal, eksploitasi isu pribadi, atau pelanggaran etika.
​Menurut Rizky, kondisi tersebut adalah cerminan langsung dari lemahnya sistem kontrol internal di lembaga penyiaran.
​”Masih banyak rumah produksi yang belum memiliki tim kepatuhan internal, maupun tim editorial yang tidak memiliki kemampuan memahami Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) dengan baik,” ujar Rizky.
Ia menekankan bahwa tanpa proses kontrol etis internal yang kuat, konten siaran akan rentan melanggar regulasi.
