​JAKARTA, CIREBONINSIDER.COM— Pemecatan Patrick Kluivert dari kursi Pelatih Kepala Timnas Indonesia oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) disebut sebagai konsekuensi logis dari hukum sepak bola.
Kegagalan eks bintang Barcelona itu membawa skuad Garuda lolos ke Piala Dunia 2026 menjadi penentu tak terhindarkan.
​Pengamat sepak bola nasional, Mohammad Kusnaeni, menilai Kluivert idealnya memang menyadari kegagalannya.
Baca Juga:Paes dan Ole Heroik, Kluivert Kritis! Game Plan Timnas Indonesia Gagal Total di Tangan Arab SaudiInilah Perjalanan Karir Thom Haye, Pemain Timnas Indonesia yang Kini Direkrut Persib
​“Bisa dikatakan (pemecatan) ini merupakan konsekuensi logis dari hukum sepak bola. Pelatih yang gagal memenuhi target idealnya memang menyadari kegagalannya. Selanjutnya, dia memberi kesempatan pelatih lain yang mungkin lebih tepat,” kata Kusnaeni di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (16/10/2025).
​Gagal Penuhi Ekspektasi: Minim Prestasi, Stagnan dalam Permainan
​Kluivert, bersama tim kepelatihannya asal Belanda, secara resmi dipecat setelah serangkaian hasil mengecewakan.
Secara prestasi, pelatih tersebut hanya mampu mempersembahkan dua kemenangan dari enam laga resmi.
​Menurut Kusnaeni, rapor minor ini jelas “tidak meyakinkan” di mata publik Indonesia yang punya ekspektasi sangat besar.
Ekspektasi ini kian membesar mengingat ia datang menggantikan pelatih sebelumnya yang dianggap publik cukup berhasil.​
Lebih dari sekadar hasil, Kusnaeni menyoroti stagnasi dalam kualitas permainan Timnas.
​“Secara permainan, Kluivert juga tidak mampu memberi warna baru atau meningkatkan level permainan timnas. Bisa dibilang, di tangan Kluivert, timnas masih berkutat dalam persoalan yang sama yaitu kurang tajam, kurang kreatif, dan sering membuat kesalahan sendiri,” paparnya kritis.
Baca Juga:PSSI Gerak Cepat, Buru Talenta Diaspora untuk Lini Serang Timnas GarudaIni Profil dan Pengalaman Alexander Thijs Jetse Zwiers, Dirtek PSSI yang Baru
​Salah satu kelemahan fatal Kluivert, lanjut Kusnaeni, adalah kecenderungannya untuk “terjebak dalam eksperimen yang gagal”.
​Keberaniannya mengubah pola dasar, dari formasi 3-4-3 ke 4-2-3-1, dan menurunkan susunan pemain yang penuh kejutan ternyata tidak diimbangi dengan hasil positif di lapangan.
​Kusnaeni menduga, hal ini berakar pada pemahaman Kluivert yang “tidak cukup mendalam tentang timnas dan sepak bola Indonesia”.
Minimnya waktu di Indonesia ditengarai menjadi penyebab ketidakpahaman tersebut.
​“Kekurangpahaman itu yang membuat banyak keputusannya kurang akurat. Lalu berujung pada hasil-hasil yang mengecewakan,” tegasnya.
​Pelajaran Mahal bagi PSSI
