KUNINGAN, CIREBONINSIDER.COM– Sektor pertanian Kabupaten Kuningan mencatat kemajuan signifikan.
Program inovasi budidaya ubi jalar yang digagas BAKTI TASKIN (Barisan Komitmen Tenaga Kerja Sosial Indonesia) berhasil melipatgandakan hasil panen hingga 60 ton per hektar—jauh melampaui rata-rata panen lokal.
Pencapaian gemilang ini terungkap dalam Panen Perdana Demplot Budidaya Ubi Jalar di area persawahan Dusun Pahing, Desa Bojong, Kecamatan Cilimus, Kuningan, pada Selasa (7/10/2025).
Momen ini turut menjadi ajang pengumuman strategis: upaya BAKTI TASKIN menjalin kerja sama dengan eksportir demi menjamin stabilitas harga jual ubi jalar.
Hasil Panen Melonjak 65 Persen Berkat Inovasi
Baca Juga:Bupati Kuningan Setop Sementara Distribusi MBG akibat Ratusan Siswa Keracunan di LuragungKuningan Kirim 96 Kontingen, Targetkan Prestasi di Porsenitas dan Pornas KORPRI 2025
Panen perdana yang dilakukan di atas lahan demplot seluas 1.400 meter persegi (100 bata) menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan.
Berdasarkan perhitungan, panen menghasilkan 6 ton per 100 bata, yang setara dengan 60 ton per hektare.
Ketua DPP BAKTI TASKIN RI, Syahrul Zaki, menyebut angka ini adalah bukti nyata kontribusi inovasi pertanian dalam pengentasan kemiskinan.
“Program budidaya ubi jalar ini terbukti memberikan hasil meningkat hingga 65 persen dari hasil panen yang biasa diperoleh petani,” ujar Syahrul Zaki dalam sambutannya.
“Kami terus berupaya membuat berbagai inovasi yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengentasan kemiskinan, salah satunya melalui sektor pertanian,” tambahnya.
Syahrul Zaki mengakui bahwa masalah utama yang sering menghantam petani ubi jalar adalah fluktuasi harga jual.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BAKTI TASKIN sedang bergerak cepat menjalin kerja sama dengan sejumlah eksportir.
Baca Juga:Bupati Dian Janjikan Fasilitasi Permodalan Warmindo Yogyakarta: Ikon Urang Kuningan di PerantauanBupati Kuningan Sebut 3 Kunci Guru Jembatani Generasi Digital: Literasi, Numerasi dan Karakter
“Permasalahan utama petani ubi jalar adalah harga. Karena itu, kami berupaya bekerja sama dengan eksportir agar harga jual tetap stabil dan tidak merugikan petani,” jelas Syahrul, memberikan angin segar bagi sekitar 5.000 hektar lahan ubi jalar di Kuningan.
Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan H Sanusi SP MP mengamini pentingnya solusi harga ini.
Sanusi menyebut biaya produksi ubi jalar bisa mencapai Rp3 juta per 100 bata.
“Namun dengan peningkatan hasil panen seperti ini, ditambah dengan jaminan stabilitas harga, petani diharapkan bisa menikmati keuntungan yang jauh lebih baik,” tegas Sanusi.