CIREBONINSIDER.COM — Sebuah gelombang kritik yang kuat kini datang dari para tokoh agama dan masyarakat, yang menyatukan suara dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB).
Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, para tokoh ini secara tegas meminta para pemangku kepentingan untuk tidak mengabaikan masukan dari rakyat, termasuk “17+8 Tuntutan Rakyat” yang kini beredar luas di media sosial.
Dukungan ini memperlihatkan adanya kesamaan visi antara para tokoh formal dan gerakan-gerakan organik di akar rumput.
Baca Juga:Tindak Lanjut Ricuh Aksi: KDM Dengarkan Aspirasi, Pastikan Pembebasan Mahasiswa yang Ditahan PolisiAktor Kericuhan Aksi Massa: Kapolri dan Presiden Prabowo Beri Sinyal Senada
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Qothrunnada Wahid, mengapresiasi tuntutan yang disusun oleh berbagai unsur masyarakat, terutama generasi muda.
Menurutnya, gerakan yang dimulai dari media sosial ini sudah lama menjadi medium untuk menyampaikan masukan demi perbaikan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.
”Kalau pemerintah dan penyelenggara negara tidak belajar dari dua kali kejadian ini, yang digerakkan oleh media sosial, berarti sangat parah,” tegas Alissa, Rabu (3/9), dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, substansi tuntutan dari GNB memiliki banyak kesamaan dengan “17+8 Tuntutan Rakyat.”
Keduanya sama-sama menuntut agar tidak ada kriminalisasi demonstran, tidak ada penggunaan tindakan represif saat unjuk rasa, serta penghapusan tunjangan dan fasilitas berlebihan bagi pejabat publik yang dianggap memboroskan keuangan negara.
Kritik sebagai Wujud Kebaikan NegeriDemonstrasi yang dipicu oleh kenaikan tunjangan anggota DPR telah menimbulkan keresahan publik dan memakan korban.
Salah satunya adalah Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring yang tewas terlindas kendaraan taktis Polri. Peristiwa tragis ini memicu kemarahan yang meluas.
Baca Juga:Kapolresta Cirebon Pastikan Kondisi Aman usai Demo, Tegaskan akan Ada Penegakan HukumAksi Berujung Anarki di Kota Cirebon, Massa Rusak Kantor DPRD hingga Lempar Batu ke Wali Kota
Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, menyebut bahwa gagasan dan kritik dari mereka yang tidak memiliki kepentingan khusus, seperti para akademisi, sudah lama disampaikan.
Ia berharap kritik ini tidak disaring, melainkan benar-benar didengarkan oleh para pengambil kebijakan.
”Tolonglah itu didengar, dipertimbangkan dan sungguh-sungguh dipikirkan bersama-sama dengan mengundang tokoh-tokoh yang tidak mempunyai kepentingan apapun selain untuk kebaikan negeri ini,” pinta Kardinal Suharyo.
Dukungan dari para tokoh GNB terhadap “17+8 Tuntutan Rakyat” menunjukkan bahwa aspirasi rakyat kini telah menjadi isu moral dan nurani bangsa.