CIREBONINSIDER.COM- Tak ada habisnya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dengan ide-ide terobosan.
Kali ini KDM menyampaikan keinginannya untuk mereformasi sistem pengupahan nasional.
Ya, KDM mengusulkan untuk mengganti skema Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), menjadi upah sektoral berbasis industri yang ditetapkan secara nasional.
Upah yang berbeda antarwilayah, menurut KDM dinilai kerap menjadi pemicu terjadinya migrasi tenaga kerja dan relokasi industri secara tidak produktif.
Baca Juga:KDM Tekankan Pentingnya Penataan agar Jawa Barat MajuKDM dan Erick Thohir Bahas Pendirian SSB dan Penyelenggaraan Liga 4 Jabar
“UMK itu sering kali menimbulkan problem,” kata Dedi di sela Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Bandung, Selasa, 5 Agustus 2025, dikutip dari Antara.
Ketimpangan UMK tersebut ia gambarkan seperti yang dialami di kawasan industri yang berdekatan seperti Purwakarta dan Karawang, atau Sumedang dan Bandung, yang selisihnya bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Dari perbedaan yang ada, KDM menilai bahwa itu tidak mencerminkan kondisi realistis industri, melainkan hasil dari negosiasi yang kerap dipengaruhi dinamika politik lokal. Dan itu menurut KDM harus dihentikan.
“Ini menyebabkan pabrik-pabrik berpindah lokasi hanya demi mencari daerah dengan UMK lebih rendah,” ujarnya.
“Purwakarta lari ke Karawang, Karawang lari ke Indramayu, nanti ke Jawa Tengah. Ini harus dihentikan,” tegas KDM.
KDM ingin memberlakukan sistem upah nasional berdasarkan sektor. Dalam pandangannya, diyakini sistem ini akan dapat menciptakan keadilan dan stabilitas, baik bagi pelaku industri maupun tenaga kerja.
Dengan penentuan berdasarkan sektor dan terpusat, industri seperti pertambangan, energi, makanan dan minuman, hingga manufaktur punya standar upah yang berlaku merata di seluruh Indonesia.
Baca Juga:KDM Luruskan Soal Pergantian Nama RSUD Al Ihsan Jadi Welas Asih, Begini AlasannyaPesta Rakyat Rangkaian Pernikahan Putra KDM di Garut Berakhir Ricuh, 3 Orang Meninggal
“Jika ditetapkan sektoral dan terpusat, maka industri makanan dan minuman akan punya standar upah yang sama, baik di Sumatera, Jawa, maupun Kalimantan. Ini menciptakan kepastian bagi investor dan tenaga kerja,” ujarnya.
Lebih jauh, Dedi menilai dengan kebijakan itu akan mampu mereduksi potensi politisasi dalam penetapan upah minimum daerah.
Ia pun berharap usulan yang disampaikannya bisa sebagai bahan pertimbangan pemerintah pusat.
“Kadang momentum politik dimanfaatkan untuk menaikkan UMK demi popularitas. Itu tidak tepat. Sistem sektoral nasional akan menutup ruang-ruang seperti itu,” tandas KDM. (*)