Keuangan Syariah Lebih Resilient terhadap Gejolak Ekonomi Ketimbang Konvensional, BI Ungkap Fakta Ini

keuangan syariah
Ilustrasi keuangan syariah lebih resilient terhadap gejolak ekonomi ketimbang konvensional. Foto: Istimewa.

CIREBONINSIDER.COM- Dibandingkan keuangan konvensional, keuangan syariah lebih resilient terhadap gejolak ekonomi, bahkan sekalipun terjadi krisis ekonomi.

Penilaian keuangan syariah yang dianggap lebih resilient terhadap gejolak ekonomi tersebut, disampaikan Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia (BI) Imam Hartono.

Pernyataan Imam Hartono disampaikan dalam sesi wawancara bersama media di Bandarlampung, Lampung, yang dikutip Kamis, 26 Juni 2025.

Baca Juga:Pejabat BI: Penguatan Literasi QRIS Penting untuk Hindarkan Masyarakat dari PenipuanHarga Minyak Dunia Naik, CORE: Berdampak pada Kebijakan Moneter Global, Termasuk di Indonesia

Menurutnya, kelebihan keuangan syariah dibanding keuangan konvensional karena memiliki instrumen underlying asset (aset dasar) yang diwajibkan sebagai syarat untuk menghindari unsur spekulasi dan riba.

“Keuangan syariah mempunyai kelebihan dibandingkan yang konvensional karena dia ada underlying, sehingga biasanya keuangan syariah itu lebih resilient dan itu terbukti pada saat dulu terjadi krisis dan sebagainya, dia resilient,” kata Imam Hartono.

Ia mengakui bahwa kondisi ekonomi global yang masih dalam ketidakpastian ini dapat berdampak pada keuangan syariah.

Kendati demikian ia cukup yakin dengan kelebihan instrumen keuangan syariah miliki para pelaku usaha syariah bisa memitigasi risiko kondisi ekonomi saat ini.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayant sebelumnya juga telah mencatat bahwa instrumen keuangan syariah relatif lebih stabil dibandingkan instrumen konvensional.

Destry menekankan pentingnya Indonesia untuk berada di garis depan dalam pengembangan instrumen keuangan syariah sebab potensi domestik yang masih besar.

Menurut Destry, jika melihat perkembangan keuangan negara lain khususnya di Asean, kondisi di Malaysia kini menghadapi keterbatasan underlying asset akibat ekspansi keuangan syariah yang sudah masif.

Sementara itu, Filipina juga mulai agresif mengembangkan keuangan syariah.

Baca Juga:Gandeng Forkopimda, Pemkab Cirebon Awasi Tambang Ilegal yang Masih Nekat BeroperasiKKP Yakin Program Revitalisasi Tambak Pantura Jabar Mampu Serap 100 Ribu Tenaga Kerja

“Indonesia baru mulai (mengembangkan instrumen keuangan syariah). Pemerintah sekarang cukup agresif mengeluarkan surat berharga yang bersifat syariah karena ada (kebutuhan) pembiayaan untuk ekonomi syariah, termasuk UMKM,” katanya.

“(Pembiayaan UMKM ini) bisa di-bundle dan dijadikan salah satu underlying bagi instrumen keuangan syariah,”sambung Destry.

Berdasarkan kutipan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2024, nilai outstanding sukuk tercatat dalam tren meningkat dari Rp29,83 triliun pada 2019 menjadi Rp55,26 triliun pada 2024, dengan jumlah sukuk outstanding yang bertambah dari 143 seri menjadi 247 seri.

0 Komentar