CIREBONINSIDER.COM – Idul Adha 1446 H/2025 M bisa menjadi kesempatan bagi umat muslim yang mau beribadah kurban baik untuk diri sendiri maupun orang tua.
Di situasi seperti ini, mungkin ada yang ingin menjadikan Idul Adha 1446/2025 sebagai momen terbaik untuk memberikan hadiah kurban bagi orang-orang terdekat, seperti orang tua terutama yang telah tiada.
Niat itu tentu tidak menjadi masalah bagi orang yang berkemampuan lebih. Dalam hal ini mereka bisa membeli hewan kurban lebih dari satu. Artinya mereka bisa berkuban untuk dirinya sendiri dan untuk salah satu atau kedua orang tua mereka.
Baca Juga:Amalan Sunnah Hari Raya Idul Adha Selain Berkurban, Amalkan Beberapa Hal IniWajib Tahu: Inilah Syarat Sah dan Jenis Hewan Kurban Sesuai Syariat Islam
Lantas bagaimana bagi mereka yang baru bisa membeli satu ekor kambing atau domba, sementara dirinya sendiri belum pernah berkurban. Mana yang prioritas untuk didahulukan? Untuk menjawab pertanyaan itu, simak penjelasannya berikut.
Hukum ibadah kurban Sunnah Muakad bagi yang mampu
Ibadah kurban dalam syariat Islam adalah sunnah muakkad. Artinya sunnah yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW, bagi mereka yang mampu. Sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:
“Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat salat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Hadis tersebut dapat diartikan bahwa bagi seorang muslim yang tergolong mampu secara finansial, tetapi mereka tak berkubran atau meninggalkan kesunnahan itu tanpa alasan yang sah dianggap makruh.
Mana prioritas yang harus didahulukan, berkurban bagi diri sendiri atau orang tua?
Menjawab pertanyaan tersebut, para ulama menekankan pentingnya mendahulukan kurban untuk diri sendiri sebelum melakukannya untuk orang lain, termasuk orang tua. Tujuan dari prinsip ini adalah agar ibadah sunnah tidak terabaikan pihak lain yang dianggap prioritas.
Mendahulukan orang lain banyak diyakini menjadi hal baik. Tetapi dalam ibadah sunnah hal itu bisa menjadi makruh, apabila membuat seseorang meninggalkan ibadah tersebut untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, menjaga ibadah pribadi tetap menjadi prioritas utama.
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi menjelaskan bahwa mendahulukan orang lain dalam ibadah, jika menyebabkan seseorang meninggalkan kewajiban atau sunnah yang sangat dianjurkan, hukumnya adalah makruh.