CIREBONINSIDER.COM – Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menuai sorotan. Salah satunya datang dari Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII).
PB IKA PMII menilai RUU Sisdiknas berpotensi mereduksi peran pesantren dalam sistem pendidikan nasional. Mrespons hal itu, PB IKA PMII menggelar Seminar Nasional dan Focused Group Discussion (FGD) bertema “Meneguhkan Posisi Pesantren di Tengah Sentralisasi Pendidikan dalam RUU Sisdiknas”, yang akan dilaksanakan pada 12-13 Mei 2025 di Hotel Luminor Pecenongan, Jakarta Pusat.
Forum ini, PB IKA PMII menghadirkan narasumber dari DPR RI, Kemendikbud, Kementerian Agama, tokoh pesantren, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.
Baca Juga:Bantuan Rp5 Miliar Per Desa untuk Kopdes Merah Putih Siap Digelontorkan Wujudkan Visi Indramayu Reang, Lucky dan Syaefudin Launching 14 Program Percepatan, Apa Saja?
Ketua Umum PB IKA PMII Fathan Subchi dalam rilisnya menyatakan, pesantren harus dilibatkan secara aktif dalam proses legislasi sistem pendidikan nasional atau Sisdiknas.
Menurutnya, RUU Sisdiknas yang masuk Prolegnas 2025 tidak boleh hanya menyatukan regulasi. Tetapi juga menghormati keberagaman lembaga pendidikan, termasuk pesantren.
Selama ini, sistem pendidikan Indonesia diatur melalui berbagai undang-undang seperti UU Sisdiknas 2003, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, hingga UU Pesantren.
Banyaknya aturan ini kerap menimbulkan konflik kewenangan dan ketidakpastian hukum. RUU Sisdiknas hadir sebagai solusi tunggal untuk menyatukan semua regulasi tersebut.
Namun, PB IKA PMII mengingatkan upaya sentralisasi pendidikan yang terlalu teknokratik bisa menghilangkan nilai-nilai khas pesantren seperti tafaqquh fiddin dan penguatan akhlak santri.
PB IKA PMII menilai, ada dampak besar jika RUU Sisdiknas tidak mengakomodasi sistem pendidikan Islam secara adil.
Dalam struktur yang terlalu tersentralisasi, pesantren bisa terpinggirkan oleh standar kurikulum nasional yang cenderung homogen.
Baca Juga:Tersangka Kasus Suap PLTU 2 Cirebon Batal Diperiksa, KPK Imbau Agar KooperatifPemkot Cirebon dan BBWS Normalisasi Sungai, Wali Kota: Demi Menjaga Keamanan Warga dari Ancaman Banjir
Beberapa tantangan yang muncul antara lain hilangnya kurikulum khas pesantren, beban administratif seperti akreditasi dan pelaporan, dan keterbatasan sumber daya SDM pesantren untuk mengikuti mekanisme formal.
Padahal, menurut Fathan Subchi, pesantren merupakan lembaga pendidikan mandiri yang tumbuh dengan kearifan lokal dan semangat gotong royong.
Partisipasi publik merupakan prinsip utama dalam demokrasi. Sayangnya, dalam proses penyusunan RUU Sisdiknas, komunitas pesantren belum dilibatkan secara optimal. Diskusi-diskusi cenderung dinilai elitis dan teknis, tanpa menyentuh realitas pendidikan berbasis nilai.