Komunitas Kretek Tolak Keras PP Nomor 28 Tahun 2024, Ini Alasannya

Ilustrasi rokok eceran
Berdasarkan PP Nomor 28 Tahun 2024, pedagang dilarang menjual rokok ketengan atau eceran. Foto: Pixabay

CIREBONINSIDER.COM – Pemerintah melarang penjualan rokok ketengan atau eceran. Itu setelah dikeluarkannya Peraturan (PP) Nomor 28 Tahun 2024. 

PP Nomor 28 Tahun 2024 mencakup poin penting pengendalian produk tembakau dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Namun, PP tersebut dianggap sangat merugikan masyarakat kecil yang tergabung dalam komunitas kretek. 

Karenanya, Komunitas Kretek menyatakan menolak keras PP Nomor 28 Tahun 2024. Juru bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, menilai, aturan yang baru diteken Presiden Joko Widodo tersebut berpotensi mematikan industri kretek Indonesia.

Baca Juga:Golkar Dukung Dedi Mulyadi di Pilkada Jabar, RK OTW Jakarta BSI Telah Masuk 5 Besar BUMN Kapitalisasi Pasar Terbesar di Indonesia

Ia secara tegas mengatakan bahwa rokok adalah produk legal. Meskipun dibatasi, tapi tidak seharusnya dibatasi ruang geraknya secara signifikan. Ia menilai, aturan tersebut merugikan banyak pihak, terutama masyarakat kecil.

“Kami dengan tegas menolak seluruh pasal terkait tembakau di PP 28/2024. Karena dapat dipastikan aturan tersebut merugikan banyak pihak, terutama dari stakeholder industri hasil tembakau. Banyak orang yang akan kehilangan mata pencaharian,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat 2 Agustus 2024.

Lebih lanjut Atfi juga menillai bahwa berdasarkan kajian litigasi Komunitas Kretek, Atfi menyebut banyak pasal dalam PP 28/2024 yang bermasalah.

“Bukan hanya dari sisi ekonomi saja, melainkan pasal-pasal tersebut turut memberangus demokrasi yang sudah dirawat selama berpuluh-puluh tahun,” ujar Atfi.

Larangan penjualan rokok ketengan sangat berdampak negatif bagi para pedagang asongan atau warung kelontong. Karena pemasukan terbesar mereka berasal dari penjualan rokok eceran. 

“Pedagang asongan akan dirugikan mengingat pemasukan terbesar mereka berasal dari penjualan rokok eceran. Begitu pula dengan warung kelontong yang mendapatkan laba lebih besar dari rokok eceran,” ujarnya.

Hal lain yang disoroti Atfi mengenai aturan kawasan tanpa rokok yang mewajibkan pembuatan tempat khusus merokok yang terpisah dari bangunan utama. Hal itu akan sulit direalisasikan oleh banyak pengelola tempat kerja dan tempat umum lainnya.

Baca Juga:

“Keadilan terhadap perokok harus ditegakkan. Perokok adalah bagian penting dalam pendapatan negara. Mereka harus mendapatkan tempat yang layak dan aksesibel. Jangan sampai dengan ruang merokok yang jauh dari jangkauan, malah membuat para perokok merokok sembarangan,” imbuhnya.

0 Komentar